Sukseskan Pilkada Serentak 2024

Terbukti Cacat Etik, Anwar Usman Tak Bergeming, Pengamat: Mestinya Ada Rasa Malu

$rows[judul] Keterangan Gambar : Dr. Ujang Komarudin (kiri) pengamat politik nasional, Akademisi Universitas Al Azhar, Jakarta, dan Dr. Haedar Jidar (kanan), Dekan FH Universitas Andi Djemma Palopo.
JAKARTA, KLIKNUSANTARA.COM | Pasca putusan MKMK yang menyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, terbukti melanggar kode etik dan diberhentikan dari posisinya sebagai Ketua lembaga pengawal konstitusi RI itu pada tanggal 7 November 2023 lalu. 

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor”, demikian dikatakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie didampingi Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih, dalam Pengucapan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK pada Selasa (7/11/2023).

Meski telah dipecat dari posisi Ketua MK, namun Anwar Usman masih menyandang posisi yang mulia sebagai Hakim Konstitusi. Hanya ada beberapa catatan larangan baginya oleh putusan MKMK terkait persidangan sengketa pemilu pilpres. 

Walau telah dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi, namun rasa keadilan di tengah masyarakat tak serta merta terpenuhi, banyak pihak menyayangkan putusan MKMK yang amat lembut tersebut.

Hal itu lantas mengusik untuk mendalmi sosok Jimly Asshiddiqie yang nampak tak independen. Ada sementara pihak yang menegarai jika sosok ini juga syarat konflik kepentingan.

Selain memiliki kedekatan emosional dengan ipar Presiden Jokowi itu, beredar info jika ketua MKMK itu memiliki konflik interes. Walau belum terkonfirmasi kebenarannya, konon putra dari pakar hukum konstitusi itu menjadi salah seorang Caleg yang maju pileg lewat Partai Gerindra. 

Kendati terbukti cacat etik, Anwar Usman tak bergeming, bahkan penulis buku berjudul 'INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN' itu berusaha berkekelik. Ia mengungkapkan jika pimpinan MK sebelumnya, Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD juga pernah mempraktikkan posisi yang penuh konflik kepentingan.

Menanggapi sikap Anwar Usman yang kukuh bertahan di lembaga termulia itu, sejumlah pakar dan pemgamat nasional maupun akademisi mendesaknya untuk mundur sebagai bentuk budaya etis dengan mengedepankan rasa malu. 

Pengamat nasional yang juga akademisi universitas Al-Azhar, Dr. Ujang Komarudin, MSi., yang ditemui dalam sebuah kesempatan di bilangan tebet menyayangkan sikap Anwar Usman tersebut. Sebagai tokoh kata dia, mestinya jadi contoh yang baik, namun faktanya lain. Sikapnya yang berusaha bertahan itu cenderung mempermalukan dirinya sendiri. 

"Walaupun secara formal, tak mengharuskan mundur, namun sebagai akademisi saya menyarankan untuk mundur. Itu pertanggungjawaban etik yang memberi beliau kesempatan memulihkan keadaannya," ujar pengamat yang saban hari sibuk diminta pandangannya di berbagai stasiun TV nasional. 

Disela kesibukannya mengisi diskusi pada Kamis sore (9/11/23) Ujang Komarudin di Vendita Caffe, Tebet, Jakarta Selatan, ia mengatakan jika Anwar Usman tak bisa menutup mata atas realitas masyarakat yang menyoal sepak terjang hukum yang diperagakannya di MK. Khususnya putusan kontroversi berkenaan batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden. 

Sementara itu, ahli hukum, yang juga akademisi Unanda, Dr. Haedar Jidar, SH., MH., menilai sikap hakim konstitusi Anwar Usman itu kurang terpuji. Menurutnya, sebagai hakim karier yang profesional harusnya sejak awal sudah paham bahwa dalam perkara tersebut harus memegang teguh Pasal 17 ayat 3, 4, 5 dan 6 UU 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

"Mengedepankan etika lebih tinggi derajatnya dibanding legal formal, meskipun faktanya memang Anwar Usman masih hakim konstitusi yang sah," ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Andi Djemma Palopo ini melalui pesan Whatsapp nya, Jum'at pagi (10/11/23). 

Haedar berpendapat jika sebaiknya Anwar Usman mengundurkan diri demi menjaga marwah, integritas dan Independensi MK sebagai lembaga penjaga konstitusi (the guardian of constitution). 

Senada dengan Dr. Haedar, Akademisi dan pakar hukum Universitas Muhammadiyah Kendari, Dr. Safrin Salam, SH., MH., menyampaikan bahwa seorang negarawan sekelas Hakim MK harusnya punya nilai integritas. Rasa Malu yang tinggi.

"Sudah ada putusan MKMK harusnya malu dan segera mengundurkan diri," tandas Dosen Luar Biasa FH Unanda Palopo itu. 

Menurut Safrin, bukan hanya ketua MK. Bahkan 9 hakim MK lainnya juga sepantasnya mengundurkan diri. 

"Harusnya mengundurkan diri kalau mereka punya nilai etika yang tinggi sebagai the guardian of constitution. Tapi tampaknya dalam beberapa kesempatan sikap etik yang ditunjukan tidak menunjukan demikian padahal penilaian etika rakyat sudah jelas menginginkannya mundur untuk menjagwa marwah MK," tandasnya..... (Mff) 

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)